CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 23 Juli 2012

Laporan Biomassa Serasah


PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Tanaman mahoni merupakan tanaman tahunan, dengan tinggi rata-rata 5 - 25 m (bahkan ada yang mencapai lebih dari 30 m), berakar tunggang dengan batang bulat, percabangan banyak, dan kayunya bergetah. Daunnya berupa daun majemuk, menyirip genap, helaian daun berbentuk bulat telur, ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun rata, tulang menyirip dengan panjang daun 3 - 15 cm. Tanaman mahoni banyak ditemukan di pinggir-pinggir jalan sebagai pohon pelindung. Pohonnya yang besar cocok untuk berteduh. Disamping itu karena sifatnya yang tahan panas/hidup di tanah gersang sehingga tanaman ini tetap bertahan menghiasi tepi jalan di beberapa daerah    (Anonimous, 2011).
            Tumbuhan paku tersebar di seluruh bagian dunia, kecuali daerah bersalju abadi dan daerah kering (gurun). Total spesies yang diketahui hampir 10.000 (diperkirakan 3000 di antaranya tumbuh di Indonesia), sebagian besar tumbuh di daerah tropika basah yang lembab. Tumbuhan ini cenderung tidak tahan dengan kondisi air yang terbatas (Anonimous, 2011).
            Standing crop biomassa (dinyatakan dengan berat kering atau kandungan kalori total organisme pada suatu waktu) dapat ditunjang oleh aliran energi yang konstan dalam rantai makanan dan sampai batas tertentu dipengaruhi oleh ukuran organisme. Makin kecil organisme akan makin besar metabolisme per gram biomassa. Akibatnya ialah makin kecil organisme makin kecil biomassa yang dapat ditunjang pada jenjang makanan tertentu dari ekosistem.Sebaliknya makin besar organisme makin besar   standing crop biomassa-nya (Heddy dan Kurniati, 1996).
              Pada dasarnya kehidupan organisme itu bergantung pada lingkungannya, dan jika terjadi perubahan pada lingkungan tersebut maka akan menyebabkan perubahan juga pada organisme yang hidup diatasnnya. Dengan kata lain lingkungan hidup organisme harus sesuai dengan persyaratan hidup organisme (Hanum, 2010)
Diversitas spesies pohon yang tinggi memberi masukan serasah yang beragam. Selain itu, diversitas yang tinggi menunjukkan bahwa suatu ekosistem memiliki tingkat stabilitas ekologis yang tinggi pula. Stabilitas ekologis ini sangat penting untuk kesehatan ekosistem di dalam hutan karena hal ini mampu mengindikasikan bahwa semua proses aliran energi dan interaksi organisme secara alami sedang berfungsi dengan baik (Putri,dkk, 2008).
Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui pengaruh biomasa serasah terhadap spesies yang mendominansi dan hubungan dominansi serasah dengan kompetisi tanaman.
Kegunaan Penulisan
-            Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikum di Laboratorium Ekologi tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
-            Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.






TINJAUAN PUSTAKA
Estimasi biomassa di atas permukaan tanah dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu: (i) pendekatan langsung dengan membuat persamaan allometrik; dan (ii) pendekatan tidak langsung, dengan menggunanai biomassa expansion factot: Meskipun terdapat keuntungan dan kekurangan dari masingmasingpendekatan, tetapi harus diperhatikan bahwa pendekatan tidak langsung didasarkan padafaktor yang dikembangkan pada tingkat tegakan dari hutan dengan kanopi yang tertutup(rapat) dan tidak dapat digunakan untuk membuat estimasi dari pohon secara individu(IPCc, 2003). Kandungan karbon vegetasi hutan sekunder dapat diestimasi menggunakan nilai biomassa yang diperoieh dari persamaan allometric ataupun nilai bionrassexpansion factor (BEF) dimana 50% dari biomassa adalah karbon yang tersimpan (Zulkifli, dkk, 2010).
Biomassa didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown 1997). Biomassa vegetasi merupakan berat bahan vegetasi hidup yang terdiri dari bagian atas dan bagian bawah permukaan tanah pada suatu waktu tertentu. Biomassa hutan dapat digunakan untuk menduga potensi serapan karbon yang tersimpan dalam vegetasi hutan karena 50% biomassa tersusun oleh karbon (Darussalam, 2011).
Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu (i) sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ;(ii) sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling) dengan data pendataan hutan secara in situ; (iii) Pendugaan melalui
penginderaan jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk masing masing metode di atas,  persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih
luas. Penggunaan persamaan allometrik standard yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi
dan spesies, penggunaan persamaan standard ini dapat mengakibatkan galat (error) yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Sutaryo, 2009).
            Serasah merupakan salah satu komponen di dalam hutan yang juga dapat menyimpan karbon. Serasah didefinisikan sebagai bahan organik mati yang berada di atas tanah mineral. Kualitas serasah ditentukan dengan melihat morfologinya terutama yang berasal dari daun yang gugur untuk mengasumsikan kecepatan dekomposisinya. Kecepatan pelapukan daun ditentukan oleh warna, sifatnya ketika diremas dan kelenturannya. Warna daun kering coklat, daun tetap lemas bila diremas, bila dikibaskan daun tetap lentur berarti daun tersebut cepat lapuk. Apabila warna daun kering kehitaman, bila diremas pecah dengan sisi-sisi yang tajam dan bila dikibaskan kaku maka daun tersebut lambat lapuk. Kualitas serasah yang beragam akan menentukan tingkat penutupan permukaan tanah oleh serasah. Kualitas serasah berkaitan dengan kecepatan pelapukan serasah (dekomposisi). Semakin lambat lapuk maka keberadaan serasah di permukaan tanah menjadi lebih lama (Yustian, dan Donhi , 2010).
Biomassa lantai hutan merupakan bahan- bahan organik berupa daun, ranting, cabang, buah, bunga, batang maupun fauna yang jatuh di lantai hutan. Bahan-bahan tersebut apabila terdekomposisi oleh mikroorganisme akan termineralisasi menjadi unsur-unsur yang siap digunakan oleh tanaman. Biomassa lantai hutan terbagi dalam tiga lapisan, yaitu: litter, fermentasi/ forna, dan humus. Berdasarkan pengamatan horizon tanah yang dibuat pada lantai hutan mangrove di plot pengamatan, didapatkan kedalaman masing masing lapisan (Siarudin dan Rachman, 2008).

Pengukuran biomassa dilakukan pada tiga tempat yakni tegakan pohon (diatas permukaan tanah), serasah (di permukaan tanah) dan akar yang ada di bawah permukaan tanah yang semuanya dilakukan dalam petak contoh. Untuk mengukur biomassa vegetasi di atas permukaan tanah dapat dilakukan dengan dua tahap yakni :  Pertama, metode pendugaan dengan menggunakan persamaan allometrik W= aDb Kedua, untuk pengukuran biomasa tumbuhan bawah atau rumput-rumputan/semak dilakukan dengan petak contoh (Monde, dkk, 2008).
Menurut Mason (1977) terdapat 3 tahap proses dekomposisi serasah, yaitu:
1. Proses pelindian (leaching), yaitu mekanisme hilangnya bahan-bahan yang terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air.
2. Penghawaan (weathering), merupakan mekanisme pelapukan oleh faktor-faktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air.
3. Aktivitas biologi yang menghasilkan pecahanpecahan organik oleh makhluk hidup yang melakukan dekomposisi
(Fiqa dan Sofiah, 2011).
            Kompetisi antarindividu dalam satu spesies yang terjadi pada area dengan cadangan makanan yang terbatas akan membatasi pertumbuhan populasi tersebut. Jika dua spesies menggunakan cadangan makanan yang sama juga akan mempengaruhi kepadatan dari dua spesies tersebut. Kompetisi dalam mendapatkan makanan dipercaya merupakan hal yang penting dalam determinasi diversitas dari suatu spesies                        (Nugroho dan Sumardi, 2004).
            Dalam kuadran hutan yang luas paling sedikit harus ada dua tempat yang berlainan untuk mengambil sampel. Jenis komonitas yang lain pada kuadran yang lebih sempit, satu sampel setiap kuadran sudah cukup. Jika pada tanah-tanah diantara gedung-gedung, ditepi-tepi jalan kecil dan sebagainya mungkin tak ada peluang untuk mengambil sampel (Soemartono,dkk, 1978).
            Cahaya matahari memberikan energy yang menggerakan hampir seluruh ekosistem, meskipun hanya tumbuhan dan organism fotosintetik lain yang menggunakan sumber energi ini secara langsung. Intensitas cahaya bukan merupakan faktor terpenting yang membatasi pertumbuhan tumbuhan dilingkungan darat, tetapi penaungan oleh kanopi hutan, membuat persaingan untuk mendapatkan cahaya matahari di bawah kanopi tersebut menjadi sangat ketat (Campbell, dkk, 2008).
Produksi serasah kasar tersebut sangat dipengaruhi oleh proses dekomposisi bahan organik. Setiadi (1989) menyatakan bahwa proses dekomposisi organik di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Adanya variasi produksi serasah kasar antara lain dipengaruhi oleh kerapatan tajuk dan persaingan dalam mendapatkan cahaya (Alrasjid, 1986). Peningkatan suhu tanah dapatmerangsang kegiatan metabolisme dekomposer untuk mempercepat laju proses mineralisasi (perombakan bahan organik menjadi CO. Kerapatan tajuk lahan Padang Rumput lebih rendah dibandingkan dengan hutan alami, sehingga cahaya matahari yang masuk ke lantai lahan Padang Rumput lebih besar disbanding hutan Alami. Kondisi tersebut mengakibatkan suhu tanah lantai meningkat, sehingga hal ini mempercepat aktivitas dekomposer di dalam proses perombakan serasah tersebut (Repository UPI, 2009).



BAHAN DAN METODE PERCOBAAN
Tempat dan Waktu Percobaan
            Pengambilan contoh berupa serasah diperoleh di Hutan Tri Dhama Universitas Sumatera Utara, Medan. Penentuan biomassa dilakukan di Laboratorium Ekologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada ketinggian ± 25 m dpl. Percobaan ini dilakukan pada tanggal 2 April 2012 sampai dengan selesai.
Bahan dan Alat
            Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah kuadran kayu dengan ukuran 0,5 m x 0,5 m, serasah sebagai bahan yang akan diamati biomassanya, tali plastik sebagai pembatas pada kuadran kayu, kantong plastik/ kertas amplop untuk meletakkan serasah.
            Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah meteran sebagai alat untuk mengukur kuadran, timbangan untuk meimbang berat basah dan berat kering serasah, cutter/pisau untuk memotong tali plastik.
Metode Sampling MassaKarbon dan Diversitas Serasah
            Kuadaran kayu dengan ukuran 0,5 m x 0,5 m diletakkan pada lokasi sampling, yang sebelumnya telah diambil secara acak. Kemudian sisa-sisa bagian tanaman mati, daun-daun dan ranting-ranting gugur yang terdapat dalam setiap kuadran diambil. Selanjutnya dimasukkan ke dalam kantong kertas koran dan diberi label sesuai dengan kode kuadan. Setelah itu semua serasah dikeringkan dibawah sinar matahari, apabila telah kering dalam oven pada suhu 800° C selama 48 jam. Apabila biomassa yang didapatkan hanya sedikit (<100 g), maka ditimbang semuanya dan dijadikan sebagai sub contoh. Setelah itu berat keringnya ditimbang dan dicatat dalam blangko yang telah disediakan. Estimasi berat kering (BK) serasah kasar per kuadran melalui perhitungan sebagai berikut :
Total BK = BK Sub Contoh/ BB Sub contoh x Total BB
Dimana :
BK = Berat Kering
BB = Berat Basah
Analisi Data
Penentuan Diversitas, Dominansi dan Biomassa Serasah
            Dari data hasil eksplorasi spesies, jumlah, biomassa serasah ditabulasi untuk menentukan :
·         Kekayaan takso atau diversitas (K) serasah ditentukan melalui banyaknya jumlah total spesies dari suatu takso yang ditemukan pada setiap petakan
·         Dominansi serasah di setiap petakan ditentukan dengan cara mengukur biomassa dari masing-masing spesies yang ditemukan di setiap petakan, dan biomassa terbedar dari suatu spesies merupakan serasah dominan.





HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
SPESIES
TOTAL BB (g)
PERSENTASE
Mahoni (Swietenia mahagoni)
10304.9
83.3 %
Paku Kadal (Cyclosorus aridus)
57.89
2.6 %
Rumput Teki (Cyperus rotundus)
628.7
0.4 %
Alang-alang (Imperata cylindrica)
781
2.1 %
Paku Harupat (Nephrolepis biserata)
329
5 %
Jati (Tectona grandis)
781
6.3 %
Tabel. persentase berat basah

Spesies
BB (g)
BK (g)
Susut
Mahoni (Swietenia mahagoni)
91,1
51,2
43,70 %
Paku Kadal (Cyclosorus aridus)
7,2
3,2
55,50 %
Rumput Teki (Cyperus rotundus)
0,3
0,2
33,30 %
Alang-alang (Imperata cylindrica)
0,8
0,5
37,50 %
Paku Harupat (Nephorlepis biserata)
4
1,2
70,00 %
Jati (Tectona grandis)
45
21,2
52,80 %
Tabel. Berat Basah (BB) dan Berat Kering (BK)

Tabel. Total Berat Kering Tiap Kuadran
Spesies
BK Daun (g)
BK Ranting (g)
Mahoni (Swietenia mahagoni)
12,7
8,9
Paku Kadal (Cyclosorus aridus)
0,7
-
Rumput Teki (Cyperus rotundus)
0,3
-
Alang-alang (Imperata cylindrica)
3,5
-
Paku Harupat (Nephorlepis biserata)
28
9,5
Jati (Tectona grandis)
59,7
23,5
Tabel. BK Biomassa Serasah Daun dan Ranting
Pembahasan
Dari hasil percobaan diketahui bahwa pohon mahoni   (Swietenia mahagoni Jacq.) merupakan spesies serasah yang paling banyak mendominasi dengan total berat kering sebesar 27 gram. Hal ini dikarenakan pohon mahoni banyak ditemukan tumbuh liar di areal hutan karena pohon mahoni umum digunakan sebagai tanaman penghijauan. Hal ini sesuai dengan pernyataan putri, dkk (2008) yang menyatakan bahwa tanaman eksotik Swietenia mahagoni merupakan tanaman yang paling banyak dijumpai dikarenakan jenis tanaman tersebut umum digunakan sebagai tanaman penghijauan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produkdi serasah  adalah sangat dipengaruhi oleh proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi organik di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan Hal ini sesuai dengan literatur Repository UPI  (2009) yang menyatakan bahwa Produksi serasah kasar tersebut sangat dipengaruhi oleh proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi organik di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan
Indeks diversitas (keanekaragaman) pada katagori rendah sampai sedang pada semua lokasi kajian disebabkan oleh adanya dominansi komunitas oleh salah satu takson. Dominansi tersebut menurunkan indeks kemerataan cacah jenis (equitability), sehingga meskipun mempunyai kekayaan jenis yang tinggi, suatu lokasi dapat mempunyai indeks diversitas yang rendah. Indeks diversitas sangat tergantung pada jumlah total individu masing – masing kelompok takson.
Hubungan dominansi serasah terhadap kompetisi yaitu kompetisi tersebut berguna sebagai salah satu jalan untuk mendapatkan suatu tempat di mana dia akan menjadi dominan di dalam komunitas tersebut. Dengan adanya proses dominasi maka dapat membawa suatu perubahan, perubahan tersebut dapat bersifat baik maupun buruk. Jika perubahan itu menghasilkan sesuatu yang baik maka keseimbangan tetap terjaga dan makhluk hidup akan sukses dalam pencapaian keseimbangan. Hal yang demikian dapat dikatakan sebagai proses suksesi dimana makhluk hidup berhasil dalam usahanya untuk mempertahankan hidupnya. Sebaliknya jika perubahan itu mendadak tidak terkontrol maka akan menimbulakan kerusakan pada alam dan menimbulkan sebuah konflik.


KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.             Berat basah serasah tertinggi adalah mahoni yaitu 10304,9 gram.
2.             Berat basah serasah terendah terdapat pada paku kadal yaitu 57,89 gram.
3.            Berat kering daun tertinggi terdapat pada mahoni yaitu 12,7 gram dan berat kering ranting tertinggi terdapat pada jati yaitu 23,5 gram.
4.            Berat kering daun terendah terdapat pada rumput teki yaitu 0,3 gram dan berat kering ranting terendah terdapat pada mahoni yaitu 8,9.
5.             Berat susut  serasah tertinggi terdapat pada paku harupat yaitu 70 %.
6.             Berat susut  serasah terendah terdapat pada rumput teki yaitu 33,3 %
Saran
Sebaiknya dalam melakukan percobaan mengukur biomassa ini penimbangan berat kering dan berat basah dilakukan dengan teliti agar data yang diperoleh akurat.








DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2011. Biomassa Serasah Hutan. Diakses dari http://www.google.com/biomassa-hutan/pdf Pada 14 Mei 2012

Campbell, N., Reece, J., Mitchell, L. 2008. BIOLOGI. Erlangga. Jakarta

Darussalam, D. 2011.  PENDUGAAN POTENSI SERAPAN KARBON PADA TEGAKAN PINUS DI KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN. Banten

Fiqa, P dan Sofiah. 2011. Pendugaan Laju Dekomposisi Dan Produksi Biomassa Serasah Pada Beberapa Lokasi Di Kebun Raya Purwodadi. UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi

Hanum, C., 2010. Ekologi Tanaman. USU Press, Medan

Heddy, S dan M. Kurniati. 1996. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi, Suatu Bahasan Tentang Kaidah Ekologi Dan Penerapannya. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Monde, A, Sinukaban, N, Murtilaksono dan Panjaitan, N. 2008.  Dinamika karbon (c) akibat alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian. Diakses dari http://google.com/biomasa/pdf

Nugroho, L dan Sumardi, I. 2004. Biologi Dasar. Penebar Swadaya. Jakarta

Putri, D. P., E. Arisoesilaningsih dan B. Rahardi. 2008. Significant Role of Purwodadi Botanical Garden as Plant Litter C-Sink of Excessive CO2 in the Global Warming Era. Diakses dari http://fisika.brawijaya.ac.id/bss-ub/PDF%20FILES/BSS_199_1.pdf. Diakses pada tanggal 12 Mei 2012 pada pukul 18.00 WIB.

Repository UPI. 2009. Hasil dan Pembahasan Biomassa. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung

Siarudin, M dan Rachman, E. 2008. Biomassa Lantai Hutan dan jatuhan serasah di kawasan mangrove blanakan subang. Jawa barat

Soemartono, S., Nasution, A.H., Soegiri. 1978. Biologi Umum I. Penerbit Djambatan. Jakarta

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor
Yustian dan donhi. 2010. Prediction of carbon stock in Palembang Pulokerto swampf'orest: the impact of Turban climate change mitigatton. Palembang

Zulkifli, Hilda dan Setiawan, D. 2010. Kandungan Karbon Tersimpan Dalam Serasah Sebagai Mitigasi Dampak Perubahan Iklim Perkotaan. Universitas Sriwijaya. Palembang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar