PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Tanaman mahoni merupakan tanaman tahunan, dengan
tinggi rata-rata 5 - 25 m (bahkan ada yang mencapai lebih dari 30 m),
berakar tunggang dengan batang bulat, percabangan banyak, dan kayunya bergetah.
Daunnya berupa daun majemuk, menyirip genap, helaian daun berbentuk bulat
telur, ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun rata, tulang menyirip dengan
panjang daun 3 - 15 cm. Tanaman mahoni banyak ditemukan di pinggir-pinggir
jalan sebagai pohon pelindung. Pohonnya yang besar cocok untuk berteduh.
Disamping itu karena sifatnya yang tahan panas/hidup di tanah gersang sehingga
tanaman ini tetap bertahan menghiasi tepi jalan di beberapa daerah (Anonimous,
2011).
Tumbuhan paku tersebar di seluruh bagian dunia, kecuali daerah bersalju abadi
dan daerah kering (gurun). Total spesies yang diketahui hampir 10.000
(diperkirakan 3000 di antaranya tumbuh di Indonesia), sebagian besar tumbuh di daerah tropika basah yang lembab. Tumbuhan
ini cenderung tidak tahan dengan kondisi air yang terbatas (Anonimous, 2011).
Standing crop biomassa
(dinyatakan dengan berat kering atau kandungan kalori total organisme pada
suatu waktu) dapat ditunjang oleh aliran energi yang konstan dalam rantai
makanan dan sampai batas tertentu dipengaruhi oleh ukuran organisme. Makin
kecil organisme akan makin besar metabolisme per gram biomassa. Akibatnya ialah
makin kecil organisme makin kecil biomassa yang dapat ditunjang pada jenjang
makanan tertentu dari ekosistem.Sebaliknya makin besar organisme makin besar standing crop biomassa-nya (Heddy dan Kurniati, 1996).
Pada dasarnya kehidupan organisme itu bergantung pada
lingkungannya, dan jika terjadi perubahan pada lingkungan tersebut maka akan
menyebabkan perubahan juga pada organisme yang hidup diatasnnya. Dengan kata
lain lingkungan hidup organisme harus sesuai dengan persyaratan hidup organisme
(Hanum, 2010)
Diversitas
spesies pohon yang tinggi memberi masukan serasah yang beragam. Selain itu, diversitas
yang tinggi menunjukkan bahwa suatu ekosistem memiliki tingkat stabilitas
ekologis yang tinggi pula. Stabilitas ekologis ini sangat penting untuk
kesehatan ekosistem di dalam hutan karena hal ini mampu mengindikasikan bahwa
semua proses aliran energi dan interaksi organisme secara alami sedang
berfungsi dengan baik (Putri,dkk,
2008).
Tujuan Percobaan
Untuk
mengetahui pengaruh biomasa serasah terhadap spesies yang mendominansi dan
hubungan dominansi serasah dengan kompetisi tanaman.
Kegunaan Penulisan
-
Sebagai salah satu
syarat untuk dapat mengikuti praktikum di Laboratorium Ekologi tanaman Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
-
Sebagai bahan informasi
bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN
PUSTAKA
Estimasi biomassa di atas permukaan tanah dapat
dilakukan dengan dua pendekatan yaitu: (i) pendekatan langsung dengan membuat
persamaan allometrik; dan (ii) pendekatan tidak langsung, dengan menggunanai
biomassa expansion factot: Meskipun terdapat keuntungan dan kekurangan dari masingmasingpendekatan,
tetapi harus diperhatikan bahwa pendekatan tidak langsung didasarkan padafaktor
yang dikembangkan pada tingkat tegakan dari hutan dengan kanopi yang
tertutup(rapat) dan tidak dapat digunakan untuk membuat estimasi dari pohon
secara individu(IPCc, 2003). Kandungan karbon vegetasi hutan sekunder dapat
diestimasi menggunakan nilai biomassa yang diperoieh dari persamaan allometric
ataupun nilai bionrassexpansion factor (BEF) dimana 50% dari biomassa adalah
karbon yang tersimpan (Zulkifli, dkk,
2010).
Biomassa didefinisikan sebagai total jumlah materi
hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat
kering per satuan luas (Brown 1997). Biomassa vegetasi merupakan berat bahan
vegetasi hidup yang terdiri dari bagian atas dan bagian bawah permukaan tanah
pada suatu waktu tertentu. Biomassa hutan dapat digunakan untuk menduga potensi
serapan karbon yang tersimpan dalam vegetasi hutan karena 50% biomassa tersusun
oleh karbon (Darussalam, 2011).
Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa
yaitu (i) sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in
situ;(ii) sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling)
dengan data pendataan hutan secara in situ; (iii) Pendugaan melalui
penginderaan
jauh; dan (iv) pembuatan model. Untuk masing masing metode di atas, persamaan allometrik digunakan untuk
mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih
luas.
Penggunaan persamaan allometrik standard yang telah dipublikasikan sering dilakukan,
tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi
dan
spesies, penggunaan persamaan standard ini dapat mengakibatkan galat (error)
yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Sutaryo, 2009).
Serasah merupakan salah satu
komponen di dalam hutan yang juga dapat menyimpan karbon. Serasah didefinisikan
sebagai bahan organik mati yang berada di atas tanah mineral. Kualitas serasah
ditentukan dengan melihat morfologinya terutama yang berasal dari daun yang
gugur untuk mengasumsikan kecepatan dekomposisinya. Kecepatan pelapukan daun
ditentukan oleh warna, sifatnya ketika diremas dan kelenturannya. Warna daun
kering coklat, daun tetap lemas bila diremas, bila dikibaskan daun tetap lentur
berarti daun tersebut cepat lapuk. Apabila warna daun kering kehitaman, bila
diremas pecah dengan sisi-sisi yang tajam dan bila dikibaskan kaku maka daun
tersebut lambat lapuk. Kualitas serasah yang beragam akan menentukan tingkat
penutupan permukaan tanah oleh serasah. Kualitas serasah berkaitan dengan
kecepatan pelapukan serasah (dekomposisi). Semakin lambat lapuk maka keberadaan
serasah di permukaan tanah menjadi lebih lama (Yustian, dan Donhi , 2010).
Biomassa lantai hutan merupakan bahan- bahan organik
berupa daun, ranting, cabang, buah, bunga, batang maupun fauna yang jatuh di
lantai hutan. Bahan-bahan tersebut apabila terdekomposisi oleh mikroorganisme
akan termineralisasi menjadi unsur-unsur yang siap digunakan oleh tanaman.
Biomassa lantai hutan terbagi dalam tiga lapisan, yaitu: litter,
fermentasi/ forna, dan humus. Berdasarkan pengamatan horizon tanah yang
dibuat pada lantai hutan mangrove di plot pengamatan, didapatkan kedalaman
masing masing lapisan (Siarudin dan Rachman,
2008).
Pengukuran
biomassa dilakukan pada tiga tempat yakni tegakan pohon (diatas permukaan
tanah), serasah (di permukaan tanah) dan akar yang ada di bawah permukaan tanah
yang semuanya dilakukan dalam petak contoh. Untuk mengukur biomassa vegetasi di
atas permukaan tanah dapat dilakukan dengan dua tahap yakni : Pertama,
metode pendugaan dengan menggunakan persamaan allometrik W= aDb Kedua, untuk pengukuran biomasa
tumbuhan bawah atau rumput-rumputan/semak dilakukan dengan petak contoh (Monde,
dkk, 2008).
Menurut Mason (1977) terdapat 3 tahap
proses dekomposisi serasah, yaitu:
1. Proses pelindian (leaching), yaitu mekanisme
hilangnya bahan-bahan yang terdapat pada serasah atau detritus akibat curah
hujan atau aliran air.
2. Penghawaan (weathering), merupakan mekanisme pelapukan
oleh faktor-faktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul
air.
3. Aktivitas biologi yang menghasilkan pecahanpecahan organik oleh
makhluk hidup yang melakukan dekomposisi
(Fiqa
dan Sofiah, 2011).
Kompetisi antarindividu dalam satu
spesies yang terjadi pada area dengan cadangan makanan yang terbatas akan
membatasi pertumbuhan populasi tersebut. Jika dua spesies menggunakan cadangan
makanan yang sama juga akan mempengaruhi kepadatan dari dua spesies tersebut.
Kompetisi dalam mendapatkan makanan dipercaya merupakan hal yang penting dalam
determinasi diversitas dari suatu spesies (Nugroho dan Sumardi, 2004).
Dalam kuadran hutan yang luas paling
sedikit harus ada dua tempat yang berlainan untuk mengambil sampel. Jenis
komonitas yang lain pada kuadran yang lebih sempit, satu sampel setiap kuadran
sudah cukup. Jika pada tanah-tanah diantara gedung-gedung, ditepi-tepi jalan
kecil dan sebagainya mungkin tak ada peluang untuk mengambil sampel (Soemartono,dkk, 1978).
Cahaya matahari memberikan energy
yang menggerakan hampir seluruh ekosistem, meskipun hanya tumbuhan dan organism
fotosintetik lain yang menggunakan sumber energi ini secara langsung.
Intensitas cahaya bukan merupakan faktor terpenting yang membatasi pertumbuhan
tumbuhan dilingkungan darat, tetapi penaungan oleh kanopi hutan, membuat
persaingan untuk mendapatkan cahaya matahari di bawah kanopi tersebut menjadi
sangat ketat (Campbell, dkk, 2008).
Produksi serasah kasar tersebut sangat dipengaruhi
oleh proses dekomposisi bahan organik. Setiadi (1989) menyatakan bahwa proses
dekomposisi organik di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan. Adanya variasi produksi serasah kasar antara lain dipengaruhi oleh
kerapatan tajuk dan persaingan dalam mendapatkan cahaya (Alrasjid, 1986).
Peningkatan suhu tanah dapatmerangsang kegiatan metabolisme dekomposer untuk
mempercepat laju proses mineralisasi (perombakan bahan organik menjadi
CO. Kerapatan tajuk lahan Padang Rumput lebih rendah dibandingkan dengan hutan
alami, sehingga cahaya matahari yang masuk ke lantai lahan
Padang Rumput lebih besar disbanding hutan Alami. Kondisi
tersebut mengakibatkan suhu tanah lantai meningkat, sehingga hal ini
mempercepat aktivitas dekomposer di dalam proses perombakan serasah tersebut
(Repository UPI, 2009).

Tempat
dan Waktu Percobaan
Pengambilan contoh berupa serasah diperoleh di Hutan Tri
Dhama Universitas Sumatera Utara, Medan. Penentuan biomassa dilakukan di
Laboratorium Ekologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Medan pada ketinggian ± 25 m dpl. Percobaan ini dilakukan pada tanggal 2 April
2012 sampai dengan selesai.
Bahan
dan Alat
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah
kuadran kayu dengan ukuran 0,5 m x 0,5 m, serasah sebagai bahan yang akan
diamati biomassanya, tali plastik sebagai pembatas pada kuadran kayu, kantong
plastik/ kertas amplop untuk meletakkan serasah.
Adapun
alat yang digunakan pada percobaan ini adalah meteran sebagai alat untuk mengukur
kuadran, timbangan untuk meimbang berat basah dan berat kering serasah,
cutter/pisau untuk memotong tali plastik.
Metode
Sampling MassaKarbon dan Diversitas Serasah
Kuadaran
kayu dengan ukuran 0,5 m x 0,5 m diletakkan pada lokasi sampling, yang sebelumnya
telah diambil secara acak. Kemudian sisa-sisa bagian tanaman mati, daun-daun
dan ranting-ranting gugur yang terdapat dalam setiap kuadran diambil.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam kantong kertas koran dan diberi label sesuai
dengan kode kuadan. Setelah itu semua serasah dikeringkan dibawah sinar
matahari, apabila telah kering dalam oven pada suhu 800° C selama 48 jam.
Apabila biomassa yang didapatkan hanya sedikit (<100 g), maka ditimbang
semuanya dan dijadikan sebagai sub contoh. Setelah itu berat keringnya
ditimbang dan dicatat dalam blangko yang telah disediakan. Estimasi berat
kering (BK) serasah kasar per kuadran melalui perhitungan sebagai berikut :
Total
BK = BK Sub Contoh/ BB Sub contoh x Total BB
Dimana :
BK
= Berat Kering
BB
= Berat Basah
Analisi
Data
Penentuan
Diversitas, Dominansi dan Biomassa Serasah
Dari data hasil eksplorasi spesies, jumlah, biomassa
serasah ditabulasi untuk menentukan :
·
Kekayaan takso atau diversitas (K)
serasah ditentukan melalui banyaknya jumlah total spesies dari suatu takso yang
ditemukan pada setiap petakan
·
Dominansi serasah di setiap
petakan ditentukan dengan cara mengukur biomassa dari masing-masing spesies
yang ditemukan di setiap petakan, dan biomassa terbedar dari suatu spesies
merupakan serasah dominan.

Hasil
SPESIES
|
TOTAL BB (g)
|
PERSENTASE
|
Mahoni (Swietenia
mahagoni)
|
10304.9
|
83.3
%
|
Paku Kadal (Cyclosorus
aridus)
|
57.89
|
2.6
%
|
Rumput Teki (Cyperus rotundus)
|
628.7
|
0.4
%
|
Alang-alang (Imperata
cylindrica)
|
781
|
2.1
%
|
Paku Harupat (Nephrolepis
biserata)
|
329
|
5
%
|
Jati (Tectona grandis)
|
781
|
6.3
%
|
Tabel. persentase berat basah
Spesies
|
BB (g)
|
BK (g)
|
Susut
|
Mahoni (Swietenia
mahagoni)
|
91,1
|
51,2
|
43,70 %
|
Paku Kadal (Cyclosorus
aridus)
|
7,2
|
3,2
|
55,50 %
|
Rumput Teki (Cyperus
rotundus)
|
0,3
|
0,2
|
33,30 %
|
Alang-alang (Imperata
cylindrica)
|
0,8
|
0,5
|
37,50 %
|
Paku Harupat (Nephorlepis
biserata)
|
4
|
1,2
|
70,00 %
|
Jati (Tectona
grandis)
|
45
|
21,2
|
52,80 %
|
Tabel. Berat Basah (BB) dan Berat Kering
(BK)

Spesies
|
BK Daun (g)
|
BK Ranting (g)
|
Mahoni (Swietenia
mahagoni)
|
12,7
|
8,9
|
Paku Kadal (Cyclosorus
aridus)
|
0,7
|
-
|
Rumput Teki (Cyperus
rotundus)
|
0,3
|
-
|
Alang-alang (Imperata
cylindrica)
|
3,5
|
-
|
Paku Harupat (Nephorlepis
biserata)
|
28
|
9,5
|
Jati (Tectona
grandis)
|
59,7
|
23,5
|
Tabel. BK Biomassa Serasah Daun dan Ranting
Pembahasan
Dari hasil percobaan diketahui bahwa pohon mahoni (Swietenia
mahagoni Jacq.) merupakan spesies serasah yang paling banyak mendominasi
dengan total berat kering sebesar 27 gram. Hal ini dikarenakan pohon mahoni
banyak ditemukan tumbuh liar di areal hutan karena pohon mahoni umum digunakan
sebagai tanaman penghijauan. Hal ini sesuai dengan pernyataan putri, dkk (2008)
yang menyatakan bahwa tanaman eksotik Swietenia mahagoni merupakan
tanaman yang paling banyak dijumpai dikarenakan jenis tanaman tersebut umum
digunakan sebagai tanaman penghijauan.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi produkdi serasah adalah sangat dipengaruhi oleh proses
dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi organik di dalam tanah sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan Hal ini sesuai dengan literatur Repository UPI (2009) yang
menyatakan bahwa Produksi serasah kasar tersebut sangat
dipengaruhi oleh proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi organik
di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan
Indeks diversitas (keanekaragaman) pada katagori
rendah sampai sedang pada semua lokasi kajian disebabkan oleh adanya dominansi
komunitas oleh salah satu takson. Dominansi tersebut menurunkan indeks
kemerataan cacah jenis (equitability), sehingga meskipun mempunyai kekayaan
jenis yang tinggi, suatu lokasi dapat mempunyai indeks diversitas yang rendah.
Indeks diversitas sangat tergantung pada jumlah total individu masing
– masing kelompok takson.
Hubungan dominansi
serasah terhadap kompetisi yaitu kompetisi tersebut berguna sebagai salah
satu jalan untuk mendapatkan suatu tempat di mana dia akan menjadi dominan di
dalam komunitas tersebut. Dengan adanya proses dominasi maka dapat membawa
suatu perubahan, perubahan tersebut dapat bersifat baik maupun buruk. Jika
perubahan itu menghasilkan sesuatu yang baik maka keseimbangan tetap terjaga
dan makhluk hidup akan sukses dalam pencapaian keseimbangan. Hal yang demikian
dapat dikatakan sebagai proses suksesi dimana makhluk hidup berhasil dalam
usahanya untuk mempertahankan hidupnya. Sebaliknya jika perubahan itu mendadak
tidak terkontrol maka akan menimbulakan kerusakan pada alam dan menimbulkan
sebuah konflik.

Kesimpulan
1.
Berat
basah serasah tertinggi adalah mahoni yaitu 10304,9 gram.
2.
Berat
basah serasah terendah terdapat pada paku kadal yaitu 57,89 gram.
3.
Berat
kering daun tertinggi terdapat pada mahoni yaitu 12,7 gram dan berat kering
ranting tertinggi terdapat pada jati yaitu 23,5 gram.
4.
Berat
kering daun terendah terdapat pada rumput teki yaitu 0,3 gram dan berat kering
ranting terendah terdapat pada mahoni yaitu 8,9.
5.
Berat
susut serasah tertinggi terdapat pada
paku harupat yaitu 70 %.
6.
Berat
susut serasah terendah terdapat pada
rumput teki yaitu 33,3 %
Saran

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2011. Biomassa Serasah Hutan. Diakses dari http://www.google.com/biomassa-hutan/pdf
Pada 14 Mei 2012
Campbell,
N., Reece, J., Mitchell, L. 2008. BIOLOGI. Erlangga. Jakarta
Darussalam, D. 2011. PENDUGAAN POTENSI SERAPAN KARBON PADA TEGAKAN PINUS
DI KPH CIANJUR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN. Banten
Fiqa, P dan Sofiah. 2011. Pendugaan Laju Dekomposisi Dan Produksi
Biomassa Serasah Pada Beberapa Lokasi Di Kebun Raya Purwodadi. UPT Balai
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi
Hanum, C., 2010. Ekologi Tanaman. USU Press, Medan
Heddy, S dan M. Kurniati. 1996. Prinsip-Prinsip Dasar
Ekologi, Suatu Bahasan Tentang Kaidah Ekologi Dan Penerapannya. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Monde, A, Sinukaban, N, Murtilaksono dan
Panjaitan, N. 2008. Dinamika karbon (c) akibat alih guna lahan
hutan menjadi lahan pertanian. Diakses dari http://google.com/biomasa/pdf
Nugroho,
L dan Sumardi, I. 2004. Biologi Dasar. Penebar Swadaya. Jakarta
Putri, D. P., E.
Arisoesilaningsih dan B. Rahardi. 2008.
Significant Role of Purwodadi Botanical Garden as Plant Litter C-Sink of
Excessive CO2 in the Global Warming Era. Diakses dari http://fisika.brawijaya.ac.id/bss-ub/PDF%20FILES/BSS_199_1.pdf. Diakses pada tanggal 12 Mei
2012 pada pukul 18.00 WIB.
Repository UPI. 2009. Hasil dan Pembahasan Biomassa. Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung
Siarudin, M
dan Rachman, E. 2008. Biomassa Lantai Hutan dan jatuhan serasah di kawasan
mangrove blanakan subang. Jawa barat
Soemartono,
S., Nasution, A.H., Soegiri. 1978. Biologi Umum I. Penerbit Djambatan. Jakarta
Sutaryo, D.
2009. Penghitungan
Biomassa. Wetlands International Indonesia
Programme. Bogor
Yustian
dan donhi. 2010. Prediction of carbon stock in Palembang Pulokerto
swampf'orest: the impact of Turban climate change mitigatton. Palembang
Zulkifli, Hilda dan Setiawan, D. 2010. Kandungan Karbon Tersimpan Dalam
Serasah Sebagai Mitigasi Dampak Perubahan Iklim Perkotaan. Universitas
Sriwijaya. Palembang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar