CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Senin, 23 Juli 2012

Laporan Kestan : Tanah Ultisol


PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Jagung adalah tanaman purba sebagaimana ditunjukkan dari sisaan klobot yang terunut sampai sekitar 5000 SM, yang ditemukan di penggalian sejarah gua Tahuacan, Meksiko. Domestikasi tanaman ini diperkirakan telah dimulai pada kurun waktu tersebut. Dua genus utama Poaceae yang berasal dari Amerika adalah Zea dan Tripsacum. Nenek moyang jagung yang umumnya disepakati adalah Teosinte (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Tanah sebagai media tumbuh tanaman mempunyai fungsi menyediakan air, udara dan unsur-unsur hara untuk pertumbuhan tanaman namun demikian kemampuan tanah menyediakan unsur hara sangat terbatas. Hal tersebut di atas mendorong manusia berpikir dan berusaha untuk melestarikan kesuburan tanahnya. Salah satu dari usaha manusia untuk melestarikan tanahnya adalah dengan penammbahan bahan pupuk yang dikenal dengan istilah: pemupukan (Hasibuan, 2006).
Pupuk buatan adalah pupuk yang dibuat di pabrik yang mengandung unsur hara tertentu, yang pada umumnya mempunyai kadar unsur hara yang tinggi. Pupuk buatan mempunyai kelemahan yaitu dapat merusak lingkungan dan mengandung sedikit unsur mikro. Sedangkan kebaikannya adalah pemakaiannya lebih mudah dan dapat diberikan pada saat yang tepat (Hakim, dkk, 1986).
Tanah Ultisol (ando, yaitu tanah hitam) adalah tanah-tanah yang gembur, ringan dan porous, tanah bagian atas berwarna gelap/hitam, bertekstur sedang (lempung, lempung berdebu), terasa licin seperti sabun apabila dipirit dan secara khusus terbentuk dari bahan piroklastik kaya gelas volkan (Musa, dkk, 2006).
Evaluasi kesuburan tanah dengan metode uji biologi bersifat kualitatif dan tidak langsung. Beberapa percobaan dalam uji biologi antara lain: 1) percobaan lapangan, 2) percobaan rumah kaca, 3) percobaan mikrobiologi. Percobaan pemupukan yang sering dilakukan dalam percobaan di rumah kaca atau dilapangan antara lain dengan memakai teknik uji kurang satu (minus one test) atau uji tambah satu (plus one test). Kesimpulan yang diperoleh dari metode pengamatan gejala defisiensi hara pada tanaman maupun metode uji biologi dapat dijadikan dasar untuk melakukan uji tanah dan tanaman (Damanik, dkk, 2010).
Tujuan Percobaan
            Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk kimia pada tanah Ultisol Tongkoh dengan metode substraksi terhadap pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.).
Hipotesis Percobaan
-      Adanya pengaruh pemberian pupuk kimia terhadap pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.) pada tanah Ultisol Tongkoh.
-      Pemberian pupuk kimia pada perlakuan lengkap memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan tanaman Jagung (Zea mays L.) pada tanah Ultisol Tongkoh.
Kegunaan Percobaan
-          Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti Pratikal Test di Laboratorium Kesuburan Tanah dan Pemupukan  Departeman Ilmu Tanah                     Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
-          Sebagai bahan informasi bagi semua pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Ultisol
            Kata Ultisol berasal dari bahasa latin Ultimus, yang berarti terakhir atau dalam arti hal Ultisol, tanah yang paling terkikis  dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang terahir. Ultisol memiliki horizon argilik degan kejenuhan basa yang rendah. Biasanya terdapat alumunium yang dapat dipertukarkan dalam jumlah yang tinggi. Pertanian dapat dipertahankan dengan perladangan berpisah atau dengan penggunaan pupuk (Anonimous, 2009).
Tanah Ultisol mempunyai sebaran yang sangat luas, meliputi hampir 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan kapasitas tukar kation yang tergolong sedang hingga tinggi menjadikan tanah ini mempunyai peranan yang penting dalam pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Hampir semua jenis tanaman dapat tumbuh dan dikembangkan pada tanah ini, kecuali terkendala oleh iklim dan relief (Prasetyo, 2006)
Kesuburan alami tanah Ultisol umumnya terdapat pada horizon A yang tipis dengan kandungan bahan organik yang rendah. Unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang sering kahat, reaksi tanah masam hingga sangat masam, serta kejenuhan aluminium yang tinggi merupakan sifat-sifat tanah Ultisol yang sering menghambat pertumbuhan tanaman. Selain itu terdapat horizon argilik yang mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti berkurangnya pori mikro dan makro serta bertambahnya aliran permukaan yang pada akhirnya dapat mendorong terjadinya erosi tanah (Prasetyo, 2006).
 Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Di Indonesia banyak ditemukan di daerah dengan bahan induk batuan liat. Tanah ini merupakan bagian terluas dari lahan kering di Indonesia yang belum dipergunakan untuk pertanian. Problem tanah ini adalah reaksi masam, kadar Al tinggi sehingga menjadi racun tanaman dan menyebabkan fiksasi P, unsure hara rendah, diperlukan tindakan pengapuran dan pemupukan, keadaan tanah yang sangat masam sangat menyebabkan tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan hara kation dalam bentuk dapat tukar, karena perkembangan muatan positif (Anonimus, 2011)
Untuk meningkatkan produktivitas Ultisol, dapat dilakukan melalui pemberian kapur, pemupukan, penambahan bahan organik, penanaman tanah adaptif, penerapan tekhnik budidaya tanaman lorong (atau tumpang sari), terasering, drainase dan pengolahan tanah yang seminim mungkin. Pengapuran yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sifat fisik tanah, sifat kimia dan kegiatan jasad renik tanah. Pengapuran pada Ultisol di daerah beriklim humid basah seperti di Indonesia tidak perlu mencapai pH tanah 6,5 (netral), tetapi sampai pada pH 5,5 sudah dianggap baik sebab yang terpenting adalah bagaimana meniadakan pengaruh meracun dari aluminium dan penyediaan hara kalsium bagi pertumbuhan tanaman (Anonimus, 2011)
 Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan berasal dari bahan induk yang sangat masam. Tanah ini mengandung bahan organik rendah dan strukturnya tidak begitu mantap sehingga peka terhadap erosi               (Repository USU, 2010).



Tanaman Jagung (Zea mays L.)
Botani Tanaman
            Sistematika tumbuhan kedudukan tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisio                : Spermatophyta
Sub divisio         : Angiospermae
Class                   : Monocotyledoneae
Ordo                   : Poales
Family                : Poaceae
Genus                 : Zea
Spesies               : Zea mays L.
(Rukmana, 2002).                         
Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan tumbuh menyamping. Akar yang tumbuh relatif ini merupakan akar adventif dengan percabangan yang amat lebat, yang memberi hara pada tanaman. Akar  penyokong memberikan tambahan topangan untuk tumbuh tegak dan membantu penyerapan hara (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
            Jagung adalah tanaman semusim yang berbatang tinggi, tegap dan berbatang tunggal yang dominan, walaupun mungkin ada beberapa yang mengandung tunas (anakan). Kedudukan daunnya distik (dua baris daun tunggal yang keluar dalam kedudukan berseling) dengan pelepah-pelepah daun saling bertindih dan daunnya lebar relatif panjang (Goldsworthy dan Fisher, 1996).
            Daun berkisar 10 – 20 helai tiap tanaman. Daun muda pada setiap ruas batang dan kedudukannya berlawanan antara daun satu dengan daun lainnya. Daun panjang ini memiliki lebar agak seragam dan tulang daunnya terlihat jelas. Bentuk daunnya seperti pita atau tigalatus (Suprapto, 1992).
            Jagung mempunyai dua jenis bunga yang berumah satu. Bunga jantan tumbuh di ujung batang dan tersusun dalam malai. Bunga betina tersusun dalam tongkol dan tertutup oleh kelobot. Bunga ini muncul dari ketiak daun yang terletak pada pertengahan batang. Setiap bunga mempunyai tangkai putik yang memanjang keluar dari kelobot sampai bung dibuahi. Kumpulan dari tangkai putik ini sering disebut rambut jagung (Najiyati dan Danarti, 1999).
 Pada tongkol (buah jagung) tersimpan biji-biji jagung yang menempel erat, sedangkan pada buah jagung terdapat rambut-rambut yang memanjang hingga keluar dari pembungkus (kelobot). Pada setiap tanaman jagung terbentuk 1-2 tongkol (AAK, 1990).
Biji jagung tersusun rapi pada tongkol. Dalam satu tongkol terdapat     200-400 biji. Biji jagung terdiri dari tiga bagian. Bagian paling luar disebut pericarp. Bagian atau lapisan kedua disebut endosperm yang merupakan cadangan makanan biji. Sementara itu bagian yang paling dalam disebut embrio atau lembaga (Purwono dan Hartono, 2002).
Syarat Tumbuh
Iklim  
 Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1.000–1800 meter dari permukaan air laut. Jagung yang ditanam di dataran rendah dibawah 800 meter dari permukaan air laut dapat berproduksi dengan baik, dan pada ketinggian diatas 800 meter dari permukaan air laut pun jagung masih bisa memberikan hasil yang baik pula (AAK, 1990).
Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung adalah antara 100 mm- 200 mm per bulan. Curah hujan paling optimum adalah sekitar 100 mm-125 mm per bulan dengan distribusi yang merata. Oleh karna itu, tanaman jagung cenderung amat cocok ditanam di daerah yang beriklim kering (Rukmana, 2002).
            Tanaman jagung dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh. Secara umum tanaman jagung dapat tumbuh pada kisaran suhu udara antara    130C – 380C dan mendapat sinar matahari penuh. Suhu udara yang ideal untuk perkecambahan benih adalah 300C – 320C dengan kapasitas air tanah antara       25 – 60 % (Purwono dan Hartono, 2002).
Tanah
Tanaman jagung toleran terhadap reaksi keasaman tanah pada kisaran pH          5,5 – 7,0. Tingkat keasaman tanah yang paling baik untuk tanaman jagung adalah pada pH 6,8. Tekstur tanah yang baik untuk tanaman jagung yaitu tekstur liat, liat berlempung dan lempung berpasir (Splittoesser, 1984).
Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus, hampir berbagai macam tanah dapat diusahakan untuk pertanaman jagung. Tetapi jagung yang ditanam pada tanah gembur, subur dan kaya akan humus dapat memberi hasil dengan baik (AAK, 1990).
Tanaman jagung tumbuh baik pada berbagai jenis tanah. Tanah liat lebih disukai karena mampu menahan lengas yang tinggi. Tanaman jagung sangat peka terhadap tanah masam dan agak toleran terhadap tanah yang memiliki kondisi basa (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Unsur Hara
Nitrogen (N)
            Nitrogen adalah salah satu unsur hara makro yang sangat penting dan dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak dan diserap tanaman dalam bentuk ion NH4+ (amonium) dan ion NO3- (nitrat). Ditinjau dari berbagai hara nitrogen merupakan yang paling banyak mendapat perhatian. Hal ini karena jumlah nitogen yang terdapat didalam tanah sedikit sedangkan yang diangkut tanaman dalam bentuk panenan setiap musim cukup banyak. Disamping itu senyawa anorganik nitrogen sangat larut dan mudah hilang dalam air drainase, tercuci dan menguap ke atmosfir (Damanik, dkk, 2010).
Pupuk nitogen termasuk pupuk kima tunggal, urea merupakan pupuk dasar utama yang diberikan pada pertanaman. Nitrogen yang dikandungnya dilepas dalam bentuk amonia dan sebagian bereaksi dengan tanah membentuk nitrat. Keuntungan menggunakan pupuk urea adalah mudah diserap tanaman. Kandungan N yang tinggi pada urea sangat dibutuhkan pertumbuhan awal tanaman (Marsono dan Sigit, 2000).
Peranan utama nitrogen (N) bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang cabang dan daun. Selain itu, nitrogen pun berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis. Fungsi lainnya ialah membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik lainnya (Lingga dan Marsono, 1994).
Fosfat (P)
   Fosfor merupakan komponen penyusun beberapa enzim, protein, ATP, RNA, dan DNA. ATP penting untuk proses transfer energi , sedangkan RNA dan DNA menentukan sifat genetik tanaman. Unsur P juga berperan pada pertumbuhan benih, akar, batang. bunga, dan buah. Dengan membaiknya struktur perakaran sehingga daya serap nutrisi pun lebih baik (Marsono dan Sigit, 2000).
Unsur fosfor (P) bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dari tanaman muda. Selain itu fosfor juga berfungsi sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, membantu asimilasi dan pernapasan serta mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO42-) (Lingga dan Marsono, 1994).
Efektivitas pupuk fosfat yang diberikan ke dalam tanah dipengaruhi oleh dua faktor yakni ukuran butiran pupuk dan cara pemberian pupuk. Makin halus ukuran butir efentivitasnya makin tinggi. Artinya pupuk yang di berikan akan akan cepat larut dan membentuk H2PO4 di dalam larutan tanah sehingga dapat mempercepat tanaman menyerap unsur tersebut (Hasibuan, 2006).


Kalium (K)
            Kalium adalah unsur hara makro ketiga yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak setelah nitrogen dan posfor. Kadar kalium total dalam tanah pada umumnya cukup tinggi, dan diperkirakan mencapai 2.6 % dari total berat tanah, tetapi kalium yang tersedia dalam tanah cukup rendah. Pemupukan nitrogen dan posfor dalam jumlah besar turut memperbesar serapan kalium dari dalam tanah, ditambah lagi pencucian dan erosi menyebabkan kehilangan kalium cukup besar (Damanik, dkk, 2010).
Salah satu jenis pupuk kalium yang dikenal adalah KCl. Pupuk KCl yang dikenal selama ini sebagian besar merupakan hasil tambang. Kandungan utama dari endapan tersebut adalah KCl dan K2SO4. Kalium chlorida (Muriate of Potash) mempunyai sifat kadar K2O 52-55 %. Reaksi fisiologis masam lemah, agak higroskopis dan hanya digunakan untuk tanaman yang tahan akan chlorida (Marsono dan Sigit, 2000).
K (Kalium) berperan untuk memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga dan buah tidak mudah gugur. Kalium juga membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium juga dapat berperan sebagai kekuatan bagi tanaman untuk menghadapi kekeringan dan penyakit. Fungsi K dalam pertumbuhan tanaman adalah pengaruhnya pada efisiensi penggunaan air (Lingga, 1992).
Magnesium (Mg)
Magnesium adalah aktivator yang berperan dalam transportasi energi beberapa enzim di dalam tanaman. Unsur ini sangat dominan keberadaannya di daun, terutama untuk ketersediaan klorofil. Jadi kecukupan magnesium sangat diperlukan untuk memperlancar proses fotosintesis. Unsur itu juga merupakan komponen inti pembentukan klorofil dan enzim di berbagai proses sintesis protein (Anonimous, 2008).
Magnesium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Mg2+ yang merupakan unsur penting dalam tanaman sebagai penyusun klorofil. Magnesium termasuk unsur mobil. Makin tinggi penyerapan K, makin rendah penyerapan Mg (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). 
Sumber utama Mg adalah batu kapur dolomid, merupakan bahan yang sangat baik memberikan Ca dan Mg, selain untuk menetralisir kemasaman tanah. Sumber lain meliputi K, Mg Sulfat, Mg Klorit, Mg Oksida dan Slag. Bentuk Mg Sulfat lebih larut dibandingkan dengan batu kapur dolomit, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pupuk Mg yang segera dibutuhkan tanaman                    (Winarso, 2005).
Defisiensi Unsur Hara
Nitrogen (N)
            Kekurangan N tampak pada daun dan buah. Tiap daun tua dari tanaman yang menderita kekurangan N seluruhnya tampak berubah warna menjadi hijau muda selanjutnya menguning, jaringan-jaringannya mati, kering berwarna coklat, tanaman kerdil, perkembangan buah tidak sempurna, kecil-kecil cepat matang (Sutedjo, 2004).
Bila tanaman kahat nitrogen, pertumbuhan tanaman akan terhambat, tanaman akan kurus, kerdil dan daun berwarna kuning pucat. Warna pucat pada tanaman yang kekurangan N berasal dari terhambatnya pembentukan klorofil, selanjutnya pertumbuhan akan berlangsung dengan lambat karena klorofil dibutuhkan pada pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis. Warna pucat akibat kahat nitrogen ini terjadi lebih dulu pada daun-daun tua, sepanjang tulang-tulang daun, hal ini karena nitrogen bersifat mobil di dalam tanaman        (Damanik, dkk, 2010).
Kelebihan nitrogen menyebabkan pertumbuhan vegetatif memanjang (lambat panen), tanaman mudah rebah, pada padi menurunkan kualitas butir sehingga produksi turun dan sangat respon terhadap serangan hama dan penyakit (Anonimus, 2008).
Fosfat (P)
            Kekurangan fosfat akan menampakkan gejala pertumbuhan yang terhambat karena terjadi gangguan pada pembelahan sel. Daun tanaman menjadi warna hijau tua yang kemudian menjadi ungu dan terjadi pada cabang dan batang tanaman muda. Terlambatnya masa pemasakan buah dan biji serta tanaman kerdil (Hakim, dkk, 1986).
            Kelebihan fosfat pada tanaman akan menyebabkan pertumbuhan tanaman kerdil. Pada tanaman jagung daun meruncing berwarna hijau gelap, terjadi pematangan dini (Rinsema, 1993).
Fospat sangat diperlukan dalam penyediaan energi., yang diperlukan untuk proses-proses metabolik. Oleh karena itu, kekurangan unsur fospat dapat menyebabkan gangguan hepat terhadap pertumbuhan tanaman. Awal munculnya gejala defisiensi tampak pada daun tua. Ini disebabkan unsur P yang mobil (Damanik, dkk, 2010).
Kalium (K)
            Defisiensi unsur K menyebabkan tanaman tampak kerdil, internoda antar ruas memendek, ujung dan tepi daun menjadi hitam dan sepeti hangus (scorch), tepi daun melekuk ke bawah yang dimulai dari mulai daun terbawah, tanaman mudah rebah (Winarso, 2005).
Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion K+ dan bersifat mobil atau mudah bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Bila terjadi kahat kalium maka akan terjadi translokasi kalium dari bagian-bagian tua ke bagian muda. Gejala kahat kalium dapat dilihat pada helaian daun, dimana tepi-tepi daun menjadi kering dan berwarna kuning cokelat, sedang permukaannya mengalami klorosis (Damanik, dkk, 2010).
Kelebihan K menyebabkan penyerapan Ca dan Mg terganggu. Pertumbuhan tanaman terhambat sehingga tanaman mengalami defisiensi (Anonimous, 2008).
Magnesium (Mg)
            Gejala kekurangan magnesium adalah sebagai berikut:
-            warna hijau tua dari daun-daun menghilang
-            Terjadi kolrosis diantara tulang daun sedangkan tulang daun dan sirip daun biasanya tetap hijau
-            Pada tingkat yang lebih lanjut warna daun tua berubah menjadi kuning dan kemudian bebercak merah-merah coklat
-            Batang menjadi kurus dan terdapat garis-garis berwarna hijau kekuningan
(Damanik, dkk, 2010).
Gejala defisiensi pada tanaman menunjukkan adanya klorosis diantara tulang daun, tetutama daun tua. Jika keadaan ini berjalan terus, jaringan tersebut akan kering dan mati. Daun menjadi kecil dan rapuh, pinggiran daun menggulung (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Gejala defisiensi Mg pertama nampak pada daun yang lebih tua atau bawah, sehingga Mg di dalam tanaman juga disebut mobil atau dapat ditranslokasikan. Tanaman yang difisiensi Mg akan manunjukkan daun yang menguning, berwarna kecoklatan, kemerahan sedangkan bagian daun vena tetap hijau. Pada daun jagung akan manunjukkan strip atau garis kuning dengan vena tetap hijau (Winarso, 2005).


















BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
            Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Kesuburan Tanah dan Pemupukan Departemen Ilmu Tanah dan di Lahan Pertanian Fakultas Pertanian                    Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl. Pada bulan Februari – bulan Mei 2010 setiap Sabtu pukul 10.00 WIB s/d selesai.
Bahan dan Alat
            Adapun bahan yang digunakan adalah tanah Ultisol Tongkoh sebagai objek percobaan, benih jagung sebagai tanaman indikator, pupuk kimia (Urea, KCl, SP-18, dan Kiserit) sebagai perlakuan pada percobaan, polybag 10 kg sebagai wadah tanam, label + plastik sebagai tanda dari setiap unit perlakuan,  tanah kering udara sebagai sampel tanah yang akan dianalisis, dan air sebagai pelarut/penyiram.
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah cangkul untuk membersihkan lahan dan mengambil tanah, timbangan untuk menimbang tanah dan pupuk serta bobot panen tanaman, goni sebagai tempat sampel tanah, plastik sebagai tempat pupuk, meteran untuk mengukur tinggi tanaman, jangka sorong untuk mengukur diameter batang, tali plastik sebagai pengikat goni, oven untuk mengovenkan tanaman, ayakan tanah untuk menghasilkan tanah yang lebih halus, pacak untuk tiang spanduk, spanduk untuk memagari lahan, batu bata untuk dudukan polybag, amplop untuk tempat berat kering tanaman, gembor untuk alat penyiraman tanaman, alat tulis dan buku data untuk menulis hasil pengamatan


Metode Percobaan
Prosedur Percobaan
a. Prosedur di lapangan
-          Diambil tanah yang akan dipercobakan di daerah yang telah ditetapkan           ± 250 kg.
-          Dimasukkan ke dalam goni/karung.
-          Dibuka dan dikeringudarakan dan diayak dengan ayakan pasir, jika keras dihancurkan dengan batu.
-          Ditimbang tanah kira-kira 5 kg dan dimasukkan ke dalam polybag sampai 26 polybag (ulangan I dan II).
Ulangan 1
Ulangan II
Kontrol
Kontrol
Lengkap
Lengkap
-N
-N
-P
-P
-K
-K
-Ca
-Ca
-Mg
-Mg
-NP
-NP
-NK
-NK
-PK
-PK
- KCa
-KCa
- CaMg
- CaMg
-NPK
-NPK


-          Diletakkan diatas batu-bata dan disusun 2 baris memanjang dengan berbagai perlakuan berurutan:
-          Dimasukkan semua jenis pupuk kedalam polybag secara berurutan dan sesuai dengan perlakuan masing-masing.
-          Diaduk pupuk (dicampurkan dengan tanah) agar pupuknya tidak menguap
-          Ditanam bibit jagung ke polybag masing-masing 2 buah dengan jarak yang agak jauh dan tidak terlalu dalam.
-          Disiram setiap hari sesuai dengan kebutuhannya.
-          Diambil data setiap minggu dari satu jagung yang menjadi parameter adalah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan gejala visual.
-          Diambil data berat kering bagian bawah dan bagian atas tanaman ketika panen.
-          Dicatat hasilnya.
b. Prosedur di laboratorium
-            Diambil 10 gr tanah kering udara
-            Diovenkan selama 24 jam
-            Dihitung % KA nya dengan rumus:
% KA= BTKU-BTKO x 100%
     BTKO
-            Diambil 25 gram tanah kering udara
-            Dijenuhkan selama 24 jam
-            Diambil 10 gram tanah dalam keadaan kapasitas lapang
-            Di ovenkan selama 24 jam
-            Dihitung % KLnya dengan rumus:
% KL= BTKL-BTKO x 100%
 BTKO
-            Dihitung berat tanah yang dibutuhkan untuk setiap polibag bila dikehendaki berat tanah tanpa air 5 kg dengan rumus:
BTKU= 5+ 5 x % KA
-            Dihitung volume air yang diperlukan dengan rumus:
Vair = (% KL-% KA) x BT
    100
-      Dibuat perhitungan pupuk Urea, KCl, SP-18, Kiserit agar diketahui berapa gram pupuk yang diberikan ke tanah dengan menggunakan rumus:
Kebutuhan Pupuk =            1                      x dosis x  BM Senyawa
                     % kandungan hara                    Ar. Unsur
-      Ditimbang masing-masing pupuk sesuai dengan dosisi kebutuhannya.
c. Uji PUTK
-            Diambil tanah Ultisol 0.5 mg.
-            Ditetesi pereaksi K 4 ml dan diaduk hingga homogen
-            Dibiarkan selama 5 menit hingga larutan jernih
-            Ditambah K2 sebanyak 2 tetes kemudian dikocok hingga tercampur
Ditambah K3 2 ml secara perlahan-lahan
-            Didiamkan selama beberapa saat
-            Diamati reaksi pada tanah dan dilihat kadar K pada tanah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar